M&I Vol.44
Pada tulisan lalu, kita membahas bagaimana kebanyakan orang memperlakukan sistem akuntansi keuangannya dengan matematika sebagai berikut; Penghasilan – Pengeluaran = Kelebihan Dana. Apa yang biasanya terjadi pada kelebihan dana tersebut di kebanyakan kasus, kelebihan dana tersebut hilang menjadi pengeluaran lain-lain. Bagaimana jika rumusnya diubah sebagai berikut; Pendapatan – Penyisihan Dana = Pengeluaran. Dan untuk memastikan bahwa penyisihan dana memang dilakukan, maka sisihkanlah sejak awal ketika pendapatan diterima. Setidaknya ada 5 pos pengeluaran yang harus disisihkan segera, yakni Needs, Want, Debt, Saving dan Investment.
Pada tulisan ini, kita akan membahas 2 dari lima pos tersebut, yakni Needs & Wants. Inilah dua pos yang kerap kali mengaburkan logika kita dalam menentukan secara rasional apa yang dikelompokkan sebagai kebutuhan dan mana keinginan. Hal ini pula yang menjadikan seberapapun besarnya pendapatan kita, seolah tak pernah cukup memenuhi pengeluaran.
Secara naluriah, manusia memang memiliki kecenderungan tidak pernah puas. Bahkan sekalipun pendapatannya dinaikkan, kebutuhan dan keinginannya tetap tidak terbeli. Lihat fakta berikut, saat ini persentase penduduk dengan pengeluaran per kapita di atas US$ 4 per hari meningkat dari 5% [2003] menjadi 18% [2010]. Itu artinya sejak tahun 2003 terjadi tambahan sebesar 30 juta orang yang naik kelas menjadi konsumen kelas menengah baru. Jika ditotal untuk melengkapi jumlah kelas menengah yang sudah ada sebelumnya, maka saat ini diperkirakan ada sekitar 50 juta orang kelas menengah di Indonesia.
Jika fakta ini dikomparasikan dengan Hukum Engle, bahwa elastisitas pendapatan terhadap permintaan non-makanan lebih besar dari satu, maka kenaikan pendapatan per kapita sebesar 1 persen akan meningkatkan permintaan non-makanan lebih dari 1 persen. Karena seiring dengan peningkatan pendapatan perkapita, konsumsi akan bergeser dari ‘kebutuhan’ ke ‘keinginan’. Inilah yang menjadi jawaban, mengapa penjualan mobil, sepeda motor, gadget dan properti mengalami kenaikan yang sedemikian tajam.
Kemampuan untuk menekan Wants adalah salah satu kunci wealth creation. Memahami kriteria dari Wants dan Needs adalah awal yang baik.
Perhatikan, Needs adalah barang kebutuhan yang prioritas dan harus terpenuhi dengan segera, sementara Wants adalah pengeluaran yang tidak akan membuat Anda mati jika tidak terpenuhi. Sekalipun seiring waktu, saat ini banyak orang yang sudah memberikan kriteria bahwa barang keinginan masuk dalam kategori barang kebutuhan. Bayangkan, salon bagi sebagian orang adalah kebutuhan, sekalipun potong rambut Maduratna sebelah rumah tak kalah kinclong. Manicure dan Pedicure adalah kebutuhan padahal dulu memotong kuku sendiri. Dulu keramas hanya dengan shampoo, sekarang dengan conditioner, hair tonic, hair treatment dll. Inilah pergeseran yang terjadi. Semua ini menjadikan beban pendapatan semakin besar, yang pada gilirannya menjadikan dana yang seharusnya disisihkan menjadi lenyap tak berbekas, hilang oleh hair tonic, menicure dan perawatan creambath.
Apakah kemudian salah membelanjakan uang untuk pemenuhan Wants tersebut? Tentu saja tidak, selama terukur. Ingat, ketika emosi memuncak, umumnya logika menurun dan saat ini sejumlah produsen tahu dengan baik bagaimana memutar balikkan emosi customer-nya. Sehingga merasa bahwa semua barang keinginan tersebut adalah kebutuhan yang harus di wujudkan segera, jika tidak terpenuhi, maka galau akan hinggap sepanjang hari! Kalau sudah begitu, road to wealh akan semakin terjal.
Saving Strategies
Seorang eksekutif yang gajinya 5 juta sebulan, tidak lebih kaya dari tukang sayur di pasar,
si tukang sayur tidak mengenal kongkow di café dan mall,
sementara si eksekutif bisa menghabiskan 500 ribu hanya dengan 3 jam nongkrong di mall…
– Mario Teguh
Pendapat Mario Teguh dalam besutan populernya Golden Ways jelas tampak kebenarannya. Padahal si tukang sayur pun, sekalipun berprofesi tukang sayur, bukan berarti memiliki penghasilan lebih kecil dari si eksekutif, tapi jelas lebih kaya, karena mereka umumnya lebih taat dalam pengeluarannya. Tidak ada lifestyle yang membocorkan kantong pendapatan mereka. Itu sebabnya di tayangan sejumlah televisi, kita berkali-kali menyaksikan bagaimana si tukang loak, penjual Jamu dan tukang Becak bisa menyekolahkan anak-anak mereka hingga perguruan tinggi, bahkan luar negeri, bahkan tanpa utang.
Bagi kalangan menengah, yang oleh Pak Hermawan disebut belum kaya sudah genit, kerap kali merespon kenaikan pendapatan mereka yang signifikan dengan pengeluaran yang tidak substantive. Jika Anda termasuk orang yang kesulitan mendapatkan sisa dana lebih dari pendapatan yang diraih, maka berikut adalah sejumlah tips yang kami harapkan bisa menjadi panduan bagi Anda untuk mengatur pendapatan menjadi lebih baik, yang sebagian besar bisa dilakukan dengan menata kembali lifestyle Anda.
- Penghematan Makanan
Wealth Manager Association menunjukkan data bahwa anggaran makan di luar rumah bisa mencapai 80% dari gaji seseorang. Belum lagi dengan sejumlah snack dan camilan lainnya yang tanpa terasa, jika diakumulasikan dalam rentang waktu tertentu bisa mencapai jutaan rupiah. Jika memungkinkan, bawalah bekal ke kantor atau tentukan hanya berapa kali dalam sebulan Anda bisa makan di restoran dengan keluarga.
- Penghematan Telepon & Transportasi
Tahukah Anda bahwa omzet penjualan ringtones hingga milyaran rupiah, dan rata-rata orang mengganti telepon genggamnya dalam waktu 4-6 bulan, mengganti sepeda motor 4 tahun sekali? Belum lagi dengan omzet penjualan aksesoris handphone atau sepeda motor yang juga sangat fantastis. Belilah barang sesuai fungsinya, bukan emosi semata.
- Barang Bermerek
Fenomena memamerkan barang bermerek adalah manifestasi untuk menampilkan kepemilikan atau kekayaan seseorang kepada orang lain. Tidak mungkin orang memamerkan uangnya, maka cara termudah melakukannya lewat barang bermerek. Jadi, merek adalah medium untuk menampilkan kekayaan seseorang kepada orang lain. Yang kemudian ditiru oleh semua orang membabi buta, bahkan di Indonesia, indek persepsi tersebut lebih besar dari masyarkat di negara lain. Artinya orang Indonesia mengamini bahwa barang bermerek adalah penting. Sekali lagi, belilah barang sesuai fungsinya, bukan emosi semata.
Warren Buffet, salah satu orang terkaya dunia adalah role model yang tepat untuk menunjukkan bagaimana dirinya hidup hemat dan mencapai kesuksesannya saat ini. Dia tetap tinggal di rumahnya yang kecil berkamar tiga yang ia tempati sejak menikah 60 tahun yang lalu. Dia katakan, “saya memiliki segalanya di rumah ini”. Dia menyetir sendiri mobilnya dan tidak membutuhkan sopir pribadi maupun bodyguard. Dia tidak pernah mengendarai jet pribadinya, meskipun ia memiliki perusahaan jet terbesar di dunia. Dia tidak memiliki pergaulan kelas atas dan menghabiskan waktunya makan popcorn dan menonton TV dirumah. Bahkan, Buffet tidak membawa handphone dan tidak memiliki komputer di mejanya. Pesannya kepada anak-anak muda hanya satu hal, “jangan memakai merk, pakailah yang membuatmu nyaman, jangan habiskan uang untuk hal–hal yang tidak penting dan jika itu telah berhasil dalam hidupmu, berbagilah dan ajarkanlah pada orang lain”.